menu

Minggu, 12 Mei 2019

Sejarah Futsal

Futsal dipopulerkan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan Carlos Ceriani. Keunikan futsal mendapat perhatian di seluruh Amerika Selatan, terutamanya di Brasil. Ketrampilan yang dikembangkan dalam permainan ini dapat dilihat dalam gaya terkenal dunia yang diperlihatkan pemain-pemain Brasil di luar ruangan, pada lapangan berukuran biasa. Pele, bintang terkenal Brasil, contohnya, mengembangkan bakatnya di futsal. Sementara Brasil terus menjadi pusat futsal dunia, permainan ini sekarang dimainkan di bawah perlindungan Fédération Internationale de Football Association di seluruh dunia, dari Eropa hingga Amerika Tengah dan Amerika Utara serta Afrika, Asia, dan Oseania.
Pertandingan internasional pertama diadakan pada tahun 1965, Paraguay menjuarai Piala Amerika Selatan pertama. Enam perebutan Piala Amerika Selatan berikutnya diselenggarakan hingga tahun 1979, dan semua gelaran juara disapu habis Brasil. Brasil meneruskan dominasinya dengan meraih Piala Pan Amerika pertama tahun 1980 dan memenangkannya lagi pada perebutan berikutnya tahun pd 1984.
Kejuaraan Dunia Futsal pertama diadakan atas bantuan FIFUSA (sebelum anggota-anggotanya bergabung dengan FIFA pada tahun 1989) di Sao Paulo, Brasil, tahun 1982, berakhir dengan Brasil di posisi pertama. Brasil mengulangi kemenangannya di Kejuaraan Dunia kedua tahun 1985 di Spanyol, tetapi menderita kekalahan dari Paraguay dalam Kejuaraan Dunia ketiga tahun 1988 di Australia.
Pertandingan futsal internasional pertama diadakan di AS pada Desember 1985, di Universitas Negeri Sonoma di Rohnert Park, California.

Luas lapangan

  1. Ukuran: panjang 25–43 m x lebar 15–25 m
  2. Garis batas: garis selebar 8 cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; 3 m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
  3. Daerah penalti: busur berukuran 6 m dari masing-masing tiang gawang
  4. Titik penalti: 6 m dari titik tengah garis gawang
  5. Titik penalti kedua: 10 m dari titik tengah garis gawang
  6. Zona pergantian: daerah 5 m (5 m dari garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
  7. Gawang: tinggi 2 m x lebar 3 m
  8. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif

Bola

  1. Ukuran: 4
  2. Keliling: 62–64 cm
  3. Berat: 0,4 - 0,44 kg
  4. Lambungan: 55–65 cm pada pantulan pertama
  5. Bahan: kulit atau bahan yang cocok lainnya (yaitu bahan tak berbahaya)

Jumlah pemain (per team)

  1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 5, salah satunya penjaga gawang
  2. Jumlah pemain minimal untuk mengakhiri pertandingan: 2 (tidak termasuk cedera)
  3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 7
  4. Jumlah wasit: 2
  5. Jumlah hakim garis: 0
  6. Batas jumlah pergantian pemain: tak terbatas
  7. Metode pergantian: "pergantian melayang" (semua pemain kecuali penjaga gawang boleh memasuki dan meninggalkan lapangan kapan saja; pergantian penjaga gawang hanya dapat dilakukan jika bola tak sedang dimainkan dan dengan persetujuan wasit)
  8. Dan wasit pun tidak boleh menginjak arena lapangan , hanya boleh di luar garis lapangan saja , terkecuali jika ada pelanggaran-pelanggaran yang harus memasuki lapangan

Lama permainan

  1. Lama normal: 2x20 menit
  2. Lama istirahat: 10 menit
  3. Lama perpanjangan waktu: 2x5 menit (bila hasil masih imbang setelah 2x20 menit waktu normal)
  4. Ada adu penalti (maksimal 5 gol) jika jumlah gol kedua tim seri saat perpanjangan waktu selesai
  5. Time-out: 1 per tim per babak; tak ada dalam waktu tambahan
  6. Waktu pergantian babak: maksimal 10 menit

Kejuaraan futsal terkemuka

Piala Dunia Futsal FIFA

Piala Dunia Futsal AMF

Selasa, 09 April 2019

manfaat olahraga




A.    Latar Belakang Masalah
Kebugaran jasmani merupakan kebutuhan dan bagian dari kehidupan yang tak dapat dipisahkan, karena jika seseorang memiliki kebugaran jasmani yang optimal, maka orang itu dalam melakukan pekerjaannya tidak akan merasakan kelelahan yang berlebihan, walaupun pekerjaannya berat dan melelahkan. Kebugaran jasmani sangat penting bagi siswa  karena siswa yang memiliki tingkat kebugaran jasmani tinggi akan dapat melakukan aktivitas belajar dan bermainnya dengan baik dan tanpa kelelahan yang berarti, serta tubuhnya tetap segar ketika berhenti beraktivitas dan pada saat istirahat. Sebaliknya tingkat kebugaran yang rendah akan menjadi kendala dalam pelaksanaan aktivitasnya sehari-hari, oleh karena kondisi jasmani yang tidak dapat memenuhi semua kebutuhan dalam melakukan aktivitas tersebut. Tidak terjadinya kelelahan pada siswa dalam melakukan pekerjaannya dan tetap segarnya kondisi tubuh setelah beraktivitas memungkinkan setiap individu secara wajar melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai pengertian kebugaran jasmani, Giriwijoyo (2004:16) menjelaskan sebagai berikut:

Kebugaran jasmani adalah derajat sehat dinamis yang sesuai (mampu mendukung) bagi tugas-tugas fisik dalam lingkungan kehidupannya sehari-hari, dalam jabatan, dalam keluarga  dan juga dalam masyarakat, serta masih pula mempunyai cadangan untuk menghadapi tugas fisik yang bersifat mendadak misalnya tugas pekerjaan tambahan, keadaan bahaya atau keadaan darurat lainnya.

Dari penjelasan tersebut dapat digambarkan bahwa kebugaran jasmani merupakan kesanggupan atau kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu tugas fisik tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan dan memiliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan lainnya. Jadi, dapat dinyatakan bahwa orang yang bugar adalah orang yang sanggup menyelesaikan tugas fisiknya tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan memiliki kesanggupan untuk mengerjakan pekerjaan lainnya. Maka, kebugaran jasmani dikatakan baik apabila komponen dasar anatomis meningkat dan sesuai dengan fungsi faal dalam sistem kerjanya. Setiap orang memiliki kebugaran jasmani, namun derajat kebugaran jasmani setiap orang berbeda. Ada yang tinggi ada juga yang rendah. Tinggi rendahnya kebugaran jasmani tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari luar maupun dari dalam diri orang itu sendiri. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kebugaran jasmani, Lutan (2001:61) menjelaskan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi kebugaran jasmani, di antaranya sebagai berikut: “1) Keteraturan berlatih dengan intensitas kegiatan yang cukup berat, 2) Faktor genetika, dan 3) Kecukupan gizi”. Untuk meningkatkan kebugaran jasmani (physical fitness) yang baik dan untuk mencapai derajat sehat dinamis diperlukan aktivitas fisik atau jasmani. Mengenai komponen-komponen yang berkaitan dengan kesegaran jasmani, Lutan (2001:62) menjelaskan sebagai berikut:

Kebugaran jasmani memiliki dua aspek:
·      Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan mengandung empat unsur pokok komponen kondisi fisik, di antaranya Kekuatan otot, Daya tahan otot, Daya tahan aerobik, Fleksibilitas
·      Kebugaran yang berkaitan dengan performa mengandung unsur-unsur pokok komponen kondisi fisik, di antaranya Koordinasi, Agilitas, Kecepatan gerak, Power, dan Keseimbangan

Dari penjelasan tersebut, bahwa dalam pembelajaran pendidikan jasmani dapat mengembangkan komponen kebugaran jasmani antara lain; dari komponen kebugaran kecepatan dapat ditingkatkan melalui aktivitas gerak yang memaksa anak bergerak secepat-cepatnya. Kelincahan misalnya; siswa dihadapkan pada tugas gerak yang memaksa anak untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan cepat dan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya. Kekutan misalnya; siswa untuk melakukan kontraksi guna membangkitkan tegangan terhadap suatu tahanan. Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu. Kebugaran jasmani seseorang dapat dipengaruhi oleh aktivitas fisik yang melibatkan organ-organ tubuh untuk bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan fungsinya masing-masing. Kemampuan organ tubuh tidak akan muncul tanpa adanya aktivitas-aktivitas fisik seperti olahraga. Untuk memenuhi tuntutan dalam melakukan aktivitas fisik tersebut, maka tergantung dari penampilan gerak atau motor yang dimiliki oleh seseorang. Kemampuan seseorang secara alamiah akan berkembang dengan sendirinya sesuai proses pertumbuhan, perkembangan, kematangan dan pengalaman serta faktor latihan. Kemampuan gerak merupakan gambaran dari salah satu kecakapan dalam melakukan bermacam-macam aktivitas fisik secara keseluruhan. Faktor penyebab perbedaan hasil belajar atau berlatih gerak adalah tingkat kemampuan motor educability.
Motor educability merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang bersifat internal (ada pada diri anak), Nurhasan (2000:108) menjelaskan bahwa: “Motor educability adalah kemampuan seseorang untuk mempelajari gerakan yang baru (new motor skill).”  Oleh karena, tingkat motor educability dapat menunjukkan cepat tidaknya atau mudah tidaknya seseorang menguasai suatu keterampilan gerak yang baru. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat motor educability seseorang maka semakin mudah dan cepat orang tersebut amenguasai suatu keterampilan. Kegiatan permainan di sekolah yang diberikan oleh guru-guru bidang studi pendidikan jasmani akan banyak membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh, artinya kegiatan olahraga dan permainan dapat memberikan dampak positif terhadap unsur-unsur jasmaniah, kejiwaan dan sosial yang sifatnya mendidik bagi anak sehingga bermain bagi anak-anak merupakan salah satu kegiatan dalam upaya menyalurkan segala potensi yang ada pada diri masing-masing anak, baik untuk kebutuhan jasmani maupun rohani sebagai satu kesatuan makhluk hidup dalam pencapaian hasrat dan minat yang bergelora pada diri anak.
Di Sekolah Dasar permainan tradisional merupakan salah satu bahan ajar dalam materi pendidikan jasmani yang termasuk dalam kurikulum pendidikan nasional. Kegiatan-kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani yang diajarkan di Sekolah Dasar disusun berdasarkan masukan dan informasi dari para ahli dalam bidangnya termasuk juga pemikiran dari para gurunya. Mengenai jenis kegiatan pendidikan jasmani di Sekolah Dasar dijelaskan Depdikbud (1993:2), yaitu:

Jenis kegiatan yang diajarkan meliputi kegiatan pokok dan kegiatan pilihan. Kegiatan pokok terdiri atas atletik, senam, permainan (sepak bola, bola basket, bola voli, bola tangan), dan pendidikan kesehatan. Sedangkan kegiatan pilihan terdiri atas renang, pencak silat, bulutangkis, tenis meja, tennis, sepak takraw, olahraga tradisional, dan cabang-cabang olahraga lainnya yang potensial dan berkembang di daerah.
Pembelajaran pendidikan jasmani di Sekolah Dasar pada umumnya berupa aktivitas jasmani. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan motorik siswa adalah melalui berbentuk permainan tradisional. Mengenai hal ini, Sukintaka (1992:92) menjelaskan bahwa:

Anak yang memainkan permainan tradisional akan melakukan dengan rasa senang, sehingga mereka akan terpacu untuk mengaktualisasikan potensinya yang berbentuk gerak, sikap, dan perilakunya. Situasi ini akan menimbulkan perubahan aspek pribadi anak, ialah jasmani, rohani, sebagai makhluk sosial, dan makhluk Tuhan.

Dari pendapat di atas, maka dapat dijelaskan bahwa permainan tradisional mempunyai banyak manfaat yang sangat berguna bagi anak. Anak-anak akan menjadi lebih kreatif, dapat mengembangkan kecerdasan anak, dan juga akan memunculkan potensi gerak atau motorik yang dimiliki anak. Permainan tradisional merupakan salah satu materi yang dalam pelaksanaannya sering melibatkan aktivitas siswa secara berkelompok atau lebih dari satu orang. Hal ini mengindikasikan bahwa materi permainan tradisional mengandung nilai-nilai keterampilan yang dapat ditrasformasikan pada siswa agar motoriknya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Permainan tradisional yang diberikan kepada anak dalam penelitian ini di antaranya; permainan gobak sodor, bebentengan, dan hitam-hijau. Permainan tradisional tersebut diberikan, oleh karena bersifat sederhana, murah, meriah dan dapat dilakukan oleh orang banyak serta pada umumnya dilakukan secara aktif. Dengan demikian, melalui permainan tradisional yang diberikan diharapkan dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan motoriknya dalam mempelajari setiap gerakan baru. Pengamatan di lapangan bahwa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, yakni sebagian siswa cenderung kurang aktif melakukan gerak, siswa kurang fokus terhadap materi yang dipelajarinya, kurangnya kemampuan gerak yang dimiliki siswa sehingga berimplikasi terhadap kurang berkembangnya kebugaran jasmani siswa, kurang termotivasinya anak dalam memperdalam materi dan jumlah sarana yang kurang memadai. Dan permainan tradisional tidak dipraktekkan dalam pembelajaran penjas disekolah tersebut. Dengan demikian, kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian materi pelajaran dan menjadi indikator suksesnya dalam proses pembelajaran. Namun, dalam hal ini harus melibatkan unsur fisik mental, intelektual, emosional, dan sosial. Oleh karena, aktivitas pendidikan jasmani khususnya permainan tradisional yang akan diberikan harus mendapatkan sentuhan didaktik-metodik, sehingga siswa termotivasi untuk mempelajari setiap gerakan baru yang diinstruksikan guru dan diharapkan aktivitas permainan tradisional yang dilakukan dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, proses pembelajaran permainan tradisional tidak akan meningkatkan, apabila tidak didukung oleh motor educability. Oleh karena, motor educability merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pencapaian hasil belajar. Dengan demikian, motor educability dapat dijadikan acuan untuk mengukur kemampuan seseorang dalam mempelajari keterampilan gerak yang baru sehingga kedudukannya dalam suatu kerangka pembelajaran permainan tradisional menjadi penting, terutama dalam mengidentifikasi dan mengklasifikasi kemampuan gerak seorang individu. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus pembahasannya mengenai pengaruh permainan tradisional terhadap tingkat motor educability siswa SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang peneliti ajukan maka terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, di antaranya sebagai berikut:
1.      Siswa kurang aktif melakukan gerak dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani.
2.      Kurang berkembangnya motor educability anak memahami fokus materi yang dipelajarinya.
3.      Kurang termotivasinya anak dalam memperdalam materi.
4.      Permainan tradisional yang tidak dilakukan dalam pembelajaran penjas.
5.      Selain itu juga tuntutan kurikulum, guru harus dapat menyampaikan semua materi dalam waktu yang sangat minim.

C.    Batasan Penelitian
Pembatasan penelitian diperlukan dalam setiap penelitian agar masalah yang diteliti lebih terarah. Maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal, antara lain:
1.      Masalah yang diteliti yakni pengaruh permainan tradisional terhadap tingkat motor educability siswa SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung.
2.      Permainan tradisional yang diberikan kepada anak dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada permainan gobak sodor, bebentengan, dan hitam-hijau.
3.      Lokasi penelitian dilaksanakan di SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung.
4.      Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung, kelas V dan VI berjumlah 30 orang.

D.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah penelitian tersebut di atas, maka rumusan pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana pengaruh permainan tradisional terhadap tingkat motor educability siswa SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung?

E.     Tujuan Penelitian

      Mengacu pada permasalahan penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh permainan tradisional terhadap tingkat motor educability siswa SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung.

F.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan atau manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Secara teoritis dapat dijadikan sumbangan informasi bagi sekolah sebagai lembaga yang berkompeten dalam penetapan suatu kebijakan lembaga, khususnya pengaruh permainan tradisional terhadap tingkat motor educability siswa SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung.
2.      Secara praktis dapat dijadikan acuan oleh para guru pendidikan jasmani dalam menetapkan dan merencanakan program pembelajaran pendidikan jasmani khususnya permainan tradisional kepada siswa melalui pendekatan pedagogis dan metodik didaktik, sehingga kegiatan pembelajaran permainan tradisional di SD Negeri Arcamanik Endah Kota Bandung dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yakni dapat meningkatkan kemampuan gerakan baru (motor educability) siswa.

futsal



A.    Latar Belakang
      Olahraga adalah sarana permainan dalam bentuk aktivitas fisik individu yang didasari kegemaran, memiliki tujuan, menggunakan peraturan dan wahana untuk menyalurkan berbagai perasaan individu, seperti perilaku agresif. Selain itu olahraga memberikan ruang bagi perilaku agresif karena olahraga juga bersifat kompetisi, sebagaimana yang diungkapkan Sukadiyanto (2005) bahwa perilaku agresi muncul apabila individu menggunakan segala cara untuk memenangkan kompetisi.
Futsal merupakan salah satu olahraga kompetisi yang sedang digandrungi dan digemari oleh tiap kalangan mulai dari anak-anak, orang tua, pemuda, selebritis bahkan pejabat di Indonesia. Saryono (2006) menyimpulkan bahwa futsal adalah aktivitas permainan invasi beregu yang dimainkan di lapangan, terdiri dari lima orang pemain dengan durasi waktu tertentu, memiliki gawang dan bola yang bentuknya lebih kecil dari permainan sepakbola dan membutuhkan kecepatan bergerak, menyenangkan serta aman dimainkan. Perilaku agresif yang dominan muncul pada futsal pada dasarnya adalah instrumental aggression yang bertujuan untuk memenangkan pertandingan. Senada dengan hal tersebut Heidenreich (dalam Straub, 1980) mengungkapkan bahwa perilaku agresif dari sudut pandang olahraga diartikan sebagai rasa permusuhan yang kemungkinan melibatkan penyerangan atau mempermainkan orang lain atau pendorong keberanian dan penyemangat untuk memenangkan pertandingan.
      Perilaku agresif dalam olahraga khususnya futsal, menjadi sesuatu hal yang negatif karena dapat menyakiti lawan ataupun dirinya sendiri. Hal tersebut ditegaskan oleh Cox (2002) yang menyatakan bahwa dalam olahraga dapat muncul pula perilaku agresif yang bertujuan untuk menyakiti lawan . Perilaku agresif yang tak sepantasnya dilakukan oleh pemain futsal di dalam lapangan baik secara individu maupun kelompok dapat disebabkan oleh situasi yang memanas karena penonton, kepemimpinan wasit, dan perilaku yang disengaja untuk menyakiti lawan seperti kontak badan dan ucapan. Salah satu contoh kasus terjadi pada tanggal 14 Oktober 2011 ketika pertandingan futsal antara SMPN 3 Tulung Agung melawan Mts. Nurul Islam diwarnai permainan keras dan agresif dari pemain tim Mts. Nurul Islam yang telah tertinggal 3 gol, sehingga pemain tersebut diberikan kartu merah dan membuat banyak pemain lawan cedera. Hal yang sama juga terjadi di Semarang, hanya karena emosi, pertandingan futsal jadi ajang tawuran yang mengakibatkan satu orang luka-luka dan berakhir di kepolisian(http://suaramerdeka.comEmosi,PertandinganFutsalJadiAjangTawuran.htm, diakses pada tanggal 6 Desember 2011).
Sungguh menjadi sebuah ironi ketika pertandingan futsal yang pada mulanya bertujuan sebagai sarana olahraga atas dasar kegemaran dan sebagai sarana pemersatu, namun dengan mudahnya tersulut oleh hal-hal sepele kemudian menjadi sarana pelampiasan agresivitas yang tidak terkontrol dan tidak terkendali. Sebagaimana yang diungkapkan Sukadiyanto (2005) mengungkapkan bahwa tujuan untuk mencapai kepuasan dan kedamaian dari olahraga sudah mulai terlupakan dengan seringnya terjadi keributan dalam pertandingan hanya karena masalah sepele. Misalnya hanya karena saling ejek atau tidak dapat menerima kekalahan,  penyerangan ataupun perkelahian pemain futsal terhadap pemain lawan main  kerap  terjadi di kompetisi lokal daerah maupun skala nasional futsal di Indonesia. 
Penyerangan ataupun perkelahian yang terjadi pada pertandingan futsal, bahkan kerap dialami pula oleh pemain futsal di kalangan mahasiswa seperti di Universitas Negeri Makassar. Contohnya yang terjadi pada tanggal 14 juni 2010 tawuran antara mahasiswa Fakultas Ekonomi dengan mahasiswa Fakultas Olahraga Universitas Negeri Makassar yang berawal dari adanya saling ejek dan cek-cok dalam pertandingan futsal hingga akhirnya saling menyerang dan merusak kampus (http://www.antaranews.com/berita/1276515864/gara-gara-futsal-mahasiswa-unm-tawuran, diakses pada tanggal 6 Desember 2011).
      Contoh-contoh kasus yang terjadi di atas menunjukkan kenyataan bahwa pelaku yang memunculkan aksi-aksi perilaku agresif berlebihan yang merugikan orang lain maupun dirinya sendiri dalam lapangan futsal masih didominasi oleh kelompok periode umur yang tergolong remaja. Hal ini disebabkan oleh masa transisi perubahan fisik dan psikologis yang memengaruhi kondisi emosi remaja. Menurut Aristoteles emosi adalah hal yang wajar (dalam Goleman, 2004). Namun apabila emosi terlalu ditekan, maka akan terjadi kebosanan, bila emosi tak terkendali, terus menerus dan ekstrim, maka emosi akan menjadi sumber penyakit, seperti depresi berat, cemas berlebihan, amarah yang meluap-luap dan gangguan emosi yang berlebihan. Oleh karena itu dibutuhkan kecerdasan emosi agar emosi yang diungkapkan tidak meluap-luap dan dapat menghindari perilaku agresif yang berlebihan.
Kecerdasan emosi menurut Goleman (1999) adalah kemampuan lebih yang dimiliki individu dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Kecerdasan emosi yang dimiliki idividu memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat pengendalian segala perilaku individu. Dalam pengambilan keputusan serta tindakan yang tepat, individu membutuhkan 80% kecerdasan emosi dan 20% kecerdasan intelektual (Goleman, 2004).
Goleman (1999) mengungkapkan bahwa emosi berperan besar dalam pengambilan keputusan yang paling rasional. Manusia lebih sering bertindak sesuai dengan pikiran dibanding menggunakan emosinya, padahal emosi mempunyai peran penting dalam keberhasilan individu baik di tempat kerja, tempat belajar,di rumah dan hubungan sesama maupun diri sendiri. Kecerdasan emosi mengajarkan individu untuk mampu mengatur emosi diri sendiri. Karena apabila emosi berlangsung dengan intensitas tinggi melampaui kewajaran, maka emosi akan berubah menjadi hal-hal yang ekstrim yang menekan kecemasan kronis, amarah tak terkendali dan depresi yang berhubungan dengan perilaku agresif akibat ketidakmampuan mengelola emosi pada individu.
      Dengan kecerdasan emosi, individu dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati. Hasil penelitian Aziz dan Mangestuti (2006) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengendalikan masalah agresivitas pada mahasiswa adalah melalui pengembangan kecerdasan emosi. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dapat menanggulangi emosi dengan baik, dan memperhatikan kondisi emosinya, serta merespon dengan benar emosinya untuk orang lain. Begitu pula hasil penelitian Aprilia (2007) yang menemukan fakta adanya korelasi negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada remaja.
      Hal ini menunjukkan bahwa segala perilaku termasuk perilaku agresif seseorang khususnya perilaku agresif mahasiswa pemain futsal akan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan emosinya. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dalam mencari hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada mahasiswa pemain futsal di Universitas Negeri Makassar.

B.  Rumusan Masalah

       Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada mahasiswa pemain futsal di Universitas Negeri Makassar ?

C.    Tujuan Penelitian

      Penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah di atas. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada mahasiswa pemain futsal di Universitas Negeri Makassar.

D.  Manfaat Penelitian

             Kontribusi yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain ialah :
1.   Manfaat Teoretis :
a.          Memperkaya hasil penelitian yang telah ada di bidang Psikologi, khususnya di bidang Psikologi Olahraga dalam hal ini mengenai hubungan kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada mahasiswa pemain futsal.
b.         Memberikan konstribusi terhadap ilmu olahraga dan seluruh praktisi ilmu olahraga khususnya pemerhati olahraga mengenai hubungan kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada mahasiswa pemain futsal.
2.      Manfaat Praktis.
a.          Bagi seluruh praktisi olahraga khususnya mahasiswa pemain futsal di Universitas Negeri Makassar, penelitian ini diharapkan mampu berfungsi sebagai masukan dalam meminimalisir perilaku agresif yang terjadi pada mahasiswa pemain futsal.
b.         Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi peneliti lainnya yang ingin meneliti tentang hubungan kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada mahasiswa pemain futsal.
c.          Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi masyarakat mengenai manfaat kecerdasan emosi dalam mengurangi tindakan- tindakan kekerasan atau perilaku agresif pada pemain futsal.